Sore itu, disebuah tempat yang cukup sederhana untuk sebuah rumah Pendidikan, ku menghabiskan senjaku, berbincang dengan seorang teman. Kami saling berbincang tentang aktifitas kami satu sama lain. Beliau adalah salah satu kolega bisnis yang sedang kujalani saat ini. Rima namanya. Perbincangan kami pun sampai kepada persoalan Rumah Tangga. Beliau sudah menjalani kehidupan pernikahannya lebih lama daripada aku. Aku pun kagum dengan segudang aktifitasnya dan jalinan komunikasi antar suaminya selalu terjaga keharmonisannya serta ritme kewajiban domestiknya yang tersusun rapi setiap harinya.
Aku pun bertanya padanya, “Ima, apik sekali kau mengatur segala aktifitasmu baik didalam rumah tangga hingga aktifitasmu diluar” pujiku padanya. “Bagaimana cara kau mengatur agendamu itu, hingga tak berbenturan? Aktifitas apa sih yang sedang kau ikuti sekarang, terlihat kau sibuk sekali tetapi keluargamu tetap terjaga?” kuberondong ia dengan banyak pertanyaan, Karena rasa penasaranku yang teramat tinggi. Teman baikku itu tersenyum dan menjawab segala gundahku. “Daya, aku masih jauh dari apik, aku masih belajar menjadi Ibu dan Istri yang seutuhnya, professional dalam menjadi seorang Ibu dan Istri. Awalnya aku kewalahan, tak jarang stress melanda yang akibatkan keadaan di rumah tak kondusif. Bahkan komunikasi dengan suami sering berakhir salah paham.”
“Ketika kuberada dikegalauan yang sangat dalam, Allah Subhanahuwa Ta’ala menunjukkanku jalan keluar. Ku diperkenalkan oleh seorang kawan yang akhirnya mengenalkanku pada sebuah Komunitas Ibu Profesional. Didalam komunitas inilah, banyak ibu dan istri berkumpul bersama untuk sama-sama belajar, sama-sama merasa dan sama-sama saling menguatkan agar kita tetap pada jalurnya sesuai dengan kodrat kita diciptakan dan tetap bahagia dalam menjalankannya,” Penjelasannya menambah rasa penasaranku semakin tinggi. Aku tertarik dengan komunitas yang ia ikuti. “Daya, yuk ikut gabung di komunitas ini, In syaa Allah akan banyak ilmu yang kita dapat, dan yang terpenting kita tidak lagi merasa sendiri. Karena, ketika kita bergabung dengan teman-teman di komunitas ini dari seluruh Indonesia, seolah kita punya banyak teman seperjuangan yang siap menyemangati kita disaat kita mulai melemah.” Lanjutnya kembali untuk meyakinkanku.
Aku tertarik dan sekaligus ragu, “tapi Ima, apakah tidak apa jika nantinya aku tidak bisa hadir dalam acara *kopdarnya?” agak susah untuk membawa anak-anakku yang masih kecil keluar bersamaku” tanyaku lagi. “kopdar itu tidak wajib selalu datang saat ada agendanya, kita bisa hadir ketika bisa saja” jelas Rima. “Sudah lebih baik kau pikirkan saja dulu Daya ketika kau dirumah, jika ada yang ingin kau tanyakan lagi, tanyakan saja ya. In syaa Allah kau tak akan menyesal.” Tambahnya sembari tersenyum.
Tak lama adzan Magrib pun berkumandang, percakapan kami ditutup dengan panggilanNya untuk menunaikan sholat magrib. Setelah menunaikan sholat magrib kami pun berpisah menuju tempat tujuan kami masing-masing. Sepeninggalnya Rima, aku pun melangkahkan kaki pulang kerumah menuju ke ketiga putriku yang sedang menungguku dirumah bersama seorang baby sitter. Sepanjang jalan, ku selalu terngiang akan cerita Rima kolega ku. Aku benar-benar takjub akan dirinya. Belakangan ini kusering terlarut dalam sedih karena merasa gagal, gagal menjadi diri sebagai wanita, sebagai ibu dan sebagai istri.
Aku sadar, hanya tersadar bahwa banyak yang harus kurubah. Mulai dari menata emosiku, tutur kata dan tingkah laku terhadap suami hingga pola mengasuh dan mendidik anak-anak yang baik. Tapi seringnya ku belum bangkit, ku masih kalah akan kenyamanan. Aku masih sering jatuh hingga kebagian dalam penyesalan, karena mata rantainya belum terputus ku masih mengulanginya lagi, walau aku menyesal pada akhirnya. Lalu apa iya jika kubergabung dengan komunitas itu, bisa membantuku atau hanya sesuatu yang sia-sia? Apakah aku bisa membagi waktu nantinya? Apakah ini keputusan yang tepat untuk diriku dan keluarga kecilku?
Bersambung
*Kopdar: Kopi darat, ketemuan, ngumpul bareng atau bisa ditarik kesimpulan istilah yang umum digunakan untuk pertemuan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau komunitas tertentu yang frekuensi pertemuannya sangat rendah.